Minggu, 15 September 2013

Jemari, Puisi, dan Catatanku



Oleh: Ais Rahmatika

Teruntuk kawan-kawan PPL KKN Terpadu SMA N 1 Purwokerto. Tetap semangat dan pancarkan aura positifmu dengan senyuman.

Kali ini, jadwal piket menuntunku ke base camp. Ada beberapa dari kami yang bertugas untuk piket di base camp yang sebenarnya bukanlah base camp, namun lebih tepatnya adalah perpustakaan. Berhubung ruangan yang biasa dijadikan base campsedang digunakan, maka kami berpindah sejenak ke perpustakaan. Ketika kaki ini melangkah memasuki pintu masuk perpustakaan, sepasang mataku mengintai dua buah benda. Dua benda ini dapat dikatakan seperti sepasang burung merpati.
Mereka tidak akan pernah terpisahkan, kecuali ada beberapa hal yang mampu memisahkan keduanya. Benda ini juga menjadi incaran utama bagi kami yang akan memainkan jemarinya untuk menyelesaikan sesuatu. Apa pun itu.
Dengan sigap tanganku meraih salah satu dari kedua benda itu. Tanpa menunggu lama, aku tarik benda itu dan kududuki. Setelah itu, tentunya tanganku tak diam mencari pasangan dari benda ini. Dan kedua benda itu lengkap sudah kudapatkan. Meja dan kursi. Karena kami sedang singgah sejenak di perpustakaan, di mana tempat ini sedang dalam penataan ulang, maka sudah dapat dipastikan banyak sisi atau pun sudut yang tidak layak untuk dijadikan objek pandang. Kurang rapi. Namun demikian, semangat kami menyegarkan udara yang ada di ruangan itu. Tawa yang renyah dari teman-teman senantiasa membangkitkan semangatku untuk beraktivitas. Suasana yang hangat.
Selasa ini tidak banyak hal yang kulakukan. Karena hari itu posisiku mematung duduk di depan sebuah layar monitor. Selama hampir setengah hari jari-jariku sibuk menekan keyboard laptop. Mataku, jemariku, imajinasiku, bibirku, dan perasaanku asyik bermain-bermain dengan puisi. Karena hari itu aku mengedit kumpulan puisi hasil karya siswa-siswi SMA N 1 Purwokerto. Menyenangkan. Ada beberapa kata baru yang kudapatkan. Sesekali senyumku mengembang, karena beberapa diksi yang terpajang memamerkan pesonanya. Dan aku pun kagum dengan hasil karya mereka.
Berhubung puisi yang ditulis bertemakan kepahlawanan, maka tidak sedikit diksi yang tersusun indah dalam puisi membuatku mengangkat kedua pundak. Meringis ketakutan. Karena diksi yang digunakan diadopsi dari ranah tragedi peperangan di saat kemerdekaan Indonesia, maka imajinasiku seperti berlumuran darah. Mayat-mayat tergeletak di mana-mana, suara bising dari senjata yang bersahut-sahutan, teriakkan rakyat yang tak berdosa, dan masih banyak lagi yang lain. Selain pahlawan negara, ada beberapa puisi yang memaknai pahlawan adalah kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu.
Meskipun tubuhku mematung, namun imajinasi dan perasaanku berpetualang dan menjelajah ke beberapa ranah. Dimulai dari ranah tragedi atau peristiwa sejarah, suasana gentingnya kemerdekaan Indonesia, sampai kepada ranah melankolis sebuah kasih sayang seorang anak terhadap ayah dan ibu begitu pun sebaliknya. Memang kedua bola mataku sangat perih, namun membaca hasil karya mereka sungguh menarik. Sesekali mata ini aku ajak memandangi sesuatu yang berada di luar ruangan supaya tidak terlalu capek dan lelah. Terdengar bel pulang sekolah berbunyi, imajinasiku terhenti dan layar monitor dihadapanku pun seperti merajuk meminta untuk diistirahatkan. Akhirnya kuputuskan memilih start menu. Seketika itu layar monitor dihadapankupadam. Shut down.
Hanya itu aktivitasku di hari selasa. Bermain-main dengan puisi. Berkenalan dengan kata baru. Memahami diksi yang sebelumnya kurang begitu aku kenal. Meski kedua mata ini lelah, namun imajinasiku cukup puas berpetualang ke segala ranah. Semoga semangat ini tidak akan pernah padam, seperti semangat para pahlawan yang patut ditiru. Ibu, ayah, dan pahlawan negara. Merekalah pahlawan sesungguhnya. Dengan demikian, tentunya banyak pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa masa lampau. Seperti itu apa yang dapat aku tuliskan di sebuah benda yang berwarna putih bersih tanpa motif ini.
Sekian dan terima kasih. Sampai jumpa di catatan selanjutnya...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar